Siapakah
dari anda yang sudah menonton film Iron Man? Di film itu, Tony Stark sang
jagoan menggunakan berbagai gadget canggih untuk menunjang kinerjanya dalam
menumpas kejahatan. Salah satu gadget yang digunakan adalah built-in komputer yang dapat dibawa
kemana-mana disebut JARVIS. Informasi apapun akan tampil secara langsung di
depan mata seketika itu juga. Teknologi serupa tampaknya bukan sebuah
angan-angan lagi. Saat ini Google tengah mengembangkan sebuah komputer berupa
kacamata yang diberi nama Google Glass.
Meskipun
masih dalam pengembangan namun daya ketertarikan masyarakat dunia akan kemajuan
teknologi ini sangatlah tinggi. Apakah sebenarnya Google Glass itu? Apa yang
membuatnya menarik dan apakah pengaruhnya, ketika kita dapat memandang seluruh
dunia kemanapun kita pergi?
Google
Glass adalah sebuah langkah untuk menggantikan fungsi desktop PC dan alat
portabel baik itu tablet ataupun telepon genggam dan menempatkan seluruh fungsi
komputer itu di depan mata kita. Secara singkat, Google Glass adalah kamera,
tampilan, media sentuh dan mikrofon dalam sebuah bingkai supaya anda dapat
merekam apa yang anda lihat, menerjemahkan bahasa asing, mencari informasi
sambil anda beraktivitas dengan bebas.
Google
Glass menggunakan teknologi display
untuk menempatkan data di depan (lebih tepatnya, di sudut kanan atas) mata kita
melalui layar prisma. Ini dirancang supaya penggunanya dapat dengan mudah
melihat tanpa menghalangi pandangan. Google
Glass Explorer (versi yang sedang dikembangkan saat ini) berkisar 1500 US$-
atau sekitar Rp. 15 juta. Dengan harga yang terbilang mahal, Google Glass
memiliki sederet kelemahan antara lain baterai tidak tahan lama, tidak ada
pilihan zoom in atau zoom out untuk mengambil foto, sehingga
apabila ingin merekam dalam jarak dekat, pengguna harus mendekatkan diri pada
obyek yang diingin difoto atau direkam. Selain itu, penggunaan Google Glass ini
bertentangan dengan hak privasi setiap orang, dan ada berita bahwa ada orang
yang mengakui bisa membobol data penyimpanannya. Nah, masih maukah Anda
mengeluarkan lima belas juta rupiah untuk produk yang masih memiliki sederet
kelemahan? Think again.